NEMUKABAR.COM – Peneliti CIE, Muhammad Chaerul, menyoroti aksi unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua yang digelar di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Gambir, Jakarta Pusat, bertepatan dengan peringatan ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM), Senin, 1 Desember 2025.
Sekitar seratus peserta aksi menyuarakan sejumlah tuntutan, mulai dari penarikan aparat militer hingga desakan penentuan nasib sendiri bagi Papua. Menurut Chaerul, mobilisasi isu Papua pada momentum seperti ini kerap berpotensi ditarik ke ranah politik global.
Chaerul mengingatkan perlunya kewaspadaan agar aksi tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin memicu instabilitas.
“Isu Papua harus disikapi secara hati-hati. Kita perlu melihat akar persoalan dengan jernih, bukan mengikuti framing yang memperlebar jarak sosial,” ujarnya.
Ia menilai penyebaran informasi yang tidak terkontrol dapat membuka ruang bagi provokasi, terutama lewat narasi genosida atau delegitimasi negara. Menurutnya, perbedaan pandangan harus dibahas dalam ruang demokratis, bukan melalui propaganda yang dapat memperkeruh situasi sosial.
Di sisi lain, Chaerul mengapresiasi langkah aparat kepolisian yang disebutnya mampu menjaga situasi tetap aman tanpa membatasi kebebasan berekspresi para peserta aksi.
“Polri sudah berada di jalur yang tepat dengan pendekatan humanis. Pengawalan diperlukan untuk memastikan aksi berlangsung damai, bukan untuk membungkam aspirasi,” katanya.
