Nemukabar.com – Dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia mencuat ke permukaan. Gerakan Keadilan dan Perubahan Nusantara (GKPN) secara resmi melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tudingan keras: korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam laporan tersebut, GKPN menyebut nama besar yang diduga terlibat. Mereka adalah Satori, mantan anggota DPR RI Fraksi NasDem, Dr. Aceng Abdul Azis yang kini menjabat sebagai Kepala Biro Umum Setjen Kementerian Agama RI, serta Dr. H. Oman Fathurohman, Rektor Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon (UIBBC). Ketiganya diduga memiliki peran masing-masing dalam mengatur aliran dana CSR BI yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
GKPN menuding dana tersebut justru dipakai untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Aliran dana CSR diduga masuk ke berbagai bisnis, mulai dari restoran, showroom mobil, hotel, hingga pembangunan gedung dan fasilitas di kampus UIBBC Palimanan. Beberapa unit kos-kosan, rumah pejabat kampus, hingga minimarket dan apotek di sekitar Cirebon juga ikut disebut sebagai hasil dari dana yang diputar secara ilegal.
Lebih jauh, laporan GKPN juga menyinggung adanya dugaan pemalsuan dokumen akta Yayasan UIBBC. Menurut informasi yang dihimpun, yayasan tersebut memiliki lebih dari satu akta notaris, bahkan diduga menyampaikan dokumen palsu ke instansi negara. Praktik ini, bila terbukti, tidak hanya melanggar hukum administrasi, tetapi juga berpotensi menjadi pintu masuk praktik korupsi yang lebih sistematis.
Ketua GKPN, Irfan Satria, menegaskan laporan ini adalah bentuk keberpihakan masyarakat terhadap agenda pemberantasan korupsi. Menurutnya, dana CSR Bank Indonesia yang seharusnya dipakai untuk pemberdayaan masyarakat malah dipelintir untuk keuntungan segelintir orang.
“Kasus ini tidak bisa dianggap remeh. Kami menemukan indikasi kuat bahwa dana CSR dialihkan menjadi bisnis pribadi. Publik jelas dirugikan. Kami mendesak KPK segera bergerak cepat, menelusuri aliran dana, memeriksa dokumen yayasan, dan menindak tegas siapa pun yang terbukti bersalah,” ujar Irfan saat memberikan keterangan kepada wartawan, Senin (15/09/2025).
Ia menambahkan, penyalahgunaan jabatan oleh pejabat negara dalam kasus ini sangat mencoreng integritas aparatur sipil negara (ASN). “ASN seharusnya jadi teladan dan penegak integritas. Kalau justru ikut terlibat, ini pengkhianatan terhadap rakyat,” tegasnya.
Laporan GKPN ini juga disertai dasar hukum yang jelas, mulai dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, hingga UU Aparatur Sipil Negara. Jika KPK menemukan bukti kuat, pihak-pihak yang terlibat berpotensi dijerat dengan ancaman pidana berat, bahkan pemberhentian tidak hormat dari jabatan sebagai ASN.
Kini bola panas ada di tangan KPK. Publik menunggu langkah tegas lembaga antirasuah itu untuk membuktikan komitmennya memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Jika kasus ini bisa dibongkar tuntas, akan menjadi preseden penting bahwa dana CSR – yang selama ini rawan diselewengkan – tidak boleh lagi dijadikan lahan bancakan elit.