Ketulusan dalam Bicara: Pilar Komunikasi yang Mulai Pudar
OPINI

Ketulusan dalam Bicara: Pilar Komunikasi yang Mulai Pudar

×

Ketulusan dalam Bicara: Pilar Komunikasi yang Mulai Pudar

Sebarkan artikel ini
Muhammad Nur kelrey (Founder mOne | malukuone).

Oleh: Muhammad Nur Kelrey (Founder: mOne | MalukuOne).

NEMUKABAR.COM – Kata-kata adalah jembatan antara hati dan pikiran manusia. Ia menghubungkan individu dengan individu, menyatukan perasaan, bahkan mampu mengubah arah kehidupan seseorang. Namun, di tengah derasnya arus komunikasi digital, ketulusan dalam bicara kian menjadi barang langka.

Kini, banyak percakapan yang lahir bukan dari keinginan memahami, melainkan dari dorongan untuk terlihat cerdas atau diakui. Media sosial mengubah cara kita berkomunikasi: setiap kata dapat menjadi citra, setiap kalimat bisa menjadi alat pencitraan. Akibatnya, komunikasi kehilangan kedalaman dan kejujuran.

Dulu, berbicara berarti mengungkapkan isi hati. Kini, berbicara berarti menjaga citra. Ketulusan tergantikan oleh kepura-puraan yang dibungkus estetika kata. Orang berbicara manis di depan publik, tetapi menyimpan maksud tersembunyi di balik layar. Fenomena ini tidak hanya terjadi di ruang pribadi, tetapi juga di dunia profesional dan politik.

Komunikasi yang tulus seharusnya lahir dari niat baik, bukan dari strategi. Ia tidak selalu indah, tetapi selalu jujur. Dalam hubungan manusia, ketulusan menjadi fondasi kepercayaan. Tanpanya, komunikasi hanya menjadi pertukaran suara tanpa makna.

Sayangnya, budaya instan telah menciptakan kebiasaan baru: cepat bicara tanpa sempat memahami. Percakapan berubah menjadi monolog paralel setiap orang berbicara, tapi tak ada yang sungguh-sungguh mendengar. Ketika hati tidak lagi hadir dalam komunikasi, maka relasi manusia akan semakin rapuh.

Kita perlu kembali belajar untuk mendengar sebelum berbicara, memahami sebelum menilai, dan menahan diri sebelum bereaksi. Ketulusan tidak lahir dari teknologi, melainkan dari kesadaran batin.

Ketulusan dalam bicara bukan soal kemampuan berbicara baik, melainkan keberanian untuk jujur. Dalam dunia yang semakin bising, kata-kata tulus menjadi oase. Ia menembus lapisan formalitas dan menyentuh sisi terdalam manusia. Karena itu, kita perlu menjadikan ketulusan sebagai etika dasar dalam setiap bentuk komunikasi baik di ruang nyata maupun digital.

Di tengah dunia yang semakin sibuk membangun citra, ketulusan adalah bentuk keberanian yang paling murni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *