Pengamat: Ekspansi TNI ke Ranah Sipil Berpotensi Menggerus
BERITA

Pengamat: Ekspansi TNI ke Ranah Sipil Berpotensi Menggerus Fungsi Pertahanan

×

Pengamat: Ekspansi TNI ke Ranah Sipil Berpotensi Menggerus Fungsi Pertahanan

Sebarkan artikel ini

NEMUKABAR.COM – Praktik penempatan prajurit aktif TNI dalam jabatan sipil kembali menjadi sorotan dalam diskusi publik bertema “Hubungan Sipil–Militer dalam Negara Demokrasi: Dinamika Reformasi TNI” yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (14/11/2025). Para narasumber menilai tren tersebut berpotensi melemahkan profesionalisme militer sekaligus mengaburkan batas kewenangan antara sektor pertahanan dan pemerintahan sipil.

Pengamat militer Al Araf menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir keterlibatan TNI dalam urusan sipil semakin sering dijumpai, baik pada jabatan pemerintahan maupun posisi strategis seperti di lembaga pangan negara. Menurutnya, kondisi tersebut perlu dievaluasi demi memastikan institusi militer tetap berada pada koridor tugas pokoknya.

“Diskusi ini penting, bukan hanya bagi publik, tetapi juga bagi TNI agar tetap profesional,” ujarnya.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa penugasan prajurit aktif ke jabatan sipil berpotensi mengganggu fungsi utama TNI sebagai alat pertahanan negara.

Ia mengingatkan bahwa perluasan peran di luar ranah pertahanan dapat membatasi hak warga negara dan menyeret TNI ke tugas-tugas administratif yang bukan menjadi mandat konstitusionalnya.

“Pertanyaannya, apakah praktik ini tidak mengalihkan fokus TNI dari ancaman eksternal?” kata Usman.

Moderator diskusi, Wahyudi Djafar, turut memberikan catatan kritis. Ia menilai bahwa keterlibatan militer dalam program-program sipil dapat menurunkan kesiapan pertahanan. Fokus prajurit yang terpecah, menurutnya, berpotensi melemahkan kemampuan tempur di tengah kompleksitas ancaman keamanan modern.

“Jika Indonesia menghadapi situasi darurat, apakah TNI cukup siap ketika sebagian pasukannya disibukkan dengan tugas nonmiliter?” ujarnya.

Dari sisi administrasi pemerintahan, Virga Dwi Efendi menyoroti munculnya “zona abu-abu” ketika perwira aktif menduduki posisi sipil. Ia mempertanyakan mekanisme akuntabilitas apabila terjadi maladministrasi atau pelanggaran kewenangan.

“Apakah keputusan pejabat dari unsur militer bisa diuji melalui peradilan tata usaha negara?” tanyanya.

Menutup diskusi, Al Araf kembali menegaskan perlunya batas yang jelas antara peran sipil dan militer. Ia memperingatkan bahwa tanpa penataan yang tegas, Indonesia berisiko mengulang pola kekuasaan masa lalu ketika militer memiliki pengaruh besar dalam urusan pemerintahan.

“Kegagalan membatasi peran militer di ruang sipil bisa menyeret kita bergeser dari negara hukum menjadi negara kekuasaan,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *