#AksiNyata

Skandal BTS 4G Rp8,3 Triliun, HMI Desak KPK Tak Tutup Mata pada Menpora Dito

×

Skandal BTS 4G Rp8,3 Triliun, HMI Desak KPK Tak Tutup Mata pada Menpora Dito

Sebarkan artikel ini
Aksi HMI MPO Jakarta Raya depan KPK RI
Aksi HMI MPO Jakarta Raya depan Gedung KPK, Rabu (3/9/2025).

Nemukabar.com – Gelombang desakan publik agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius menuntaskan skandal korupsi BTS 4G semakin keras. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Jakarta Raya turun ke jalan, menantang KPK untuk tidak “pilih kasih” dalam mengusut kasus yang menelan kerugian negara hingga Rp8,3 triliun ini.

Dalam aksinya di depan Gedung KPK, Rabu (3/9/2025), massa HMI mendesak agar Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo segera dipanggil, diperiksa, bahkan ditetapkan tersangka. Nama Dito disebut menerima Rp27 miliar dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, untuk “mengamankan” kasus BTS 4G di Kejaksaan Agung.

“Kalau KPK berani pada rakyat, jangan takut pada kekuasaan. Dito sudah jelas disebut menerima uang Rp27 miliar. KPK harus berani panggil, periksa, bahkan tetapkan dia tersangka. Jangan hanya rakyat kecil yang ditangkap, pejabat juga harus ditindak!” tegas Jufri, Ketua Umum HMI MPO Jakarta Raya.

Jufri menyoroti bahwa skandal BTS 4G bukan sekadar soal korupsi, melainkan pengkhianatan terhadap rakyat di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Proyek Rp28 triliun yang seharusnya membuka akses telekomunikasi justru dijadikan bancakan elite.

“Negara rugi Rp8,3 triliun, rakyat di daerah 3T tetap tidak punya jaringan. Ini bukan sekadar skandal, tapi perampokan uang negara secara terang-terangan. Kalau KPK diam, itu artinya KPK ikut melindungi koruptor,” tambahnya lantang.

Kesaksian Irwan Hermawan sebelumnya juga mengguncang publik. Dalam sidang Tipikor PN Jakarta Pusat, ia blak-blakan mengakui adanya aliran dana Rp27 miliar kepada sosok bernama Dito Ariotedjo. Fakta ini, menurut HMI, sudah lebih dari cukup untuk dijadikan pintu masuk penyelidikan oleh KPK.

“Kalau KPK tidak bergerak, publik akan bertanya: apakah KPK masih lembaga antikorupsi, atau sudah jadi tameng politik bagi pejabat?” pungkas Jufri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *