Tanda Seru!

Aksi 28 Agustus dan Warning Sign Siklus Protes Berulang

×

Aksi 28 Agustus dan Warning Sign Siklus Protes Berulang

Sebarkan artikel ini
Foto (Ist).

Penulis : Oleh Abdullah Kelrey, Founder Nusa Ina Connection (NIC)

Nemukabar.com – Tanggal 28 Agustus 2025 akan tercatat sebagai salah satu momen penting dalam perjalanan gerakan buruh Indonesia. Puluhan ribu orang memenuhi jalanan Jakarta, menyuarakan tuntutan yang sama: hapus outsourcing, tolak upah murah, revisi regulasi yang mengekang pekerja, dan hadirkan keadilan sosial.

Bagi sebagian pihak, ini hanyalah “demo tahunan” yang rutin digelar. Tapi jika kita membacanya dengan kacamata intelijen sosial, aksi 28 Agustus adalah warning sign menuju siklus protes berulang.

Kenapa Warning Sign?

Pertama, isu struktural tidak pernah benar-benar diselesaikan. Sejak Omnibus Law 2020, relasi buruh-pemerintah masih timpang. Janji revisi berulang, tapi implementasi minim. Akibatnya, frustrasi pekerja menumpuk.

Kedua, momentum politik sedang rapuh. Tahun 2025–2026 adalah masa transisi: APBN 2026, revisi UU Pemilu, hingga Pilkada serentak. Situasi ini membuat buruh dan mahasiswa punya ruang lebih besar untuk menekan elite.

Ketiga, aliansi sosial mulai terbentuk. Buruh membawa kekuatan massa, mahasiswa membawa energi moral. Jika dua elemen ini bersatu, sejarah menunjukkan hasilnya bisa mengubah arah politik bangsa.

Pola yang Terulang

Siklus protes di Indonesia biasanya bergerak dalam pola: aksi → represi → solidaritas baru → aksi lebih besar.

  • 2019, mahasiswa dan buruh turun menolak RUU kontroversial.
  • 2020, Omnibus Law melahirkan gelombang perlawanan di tengah pandemi.
  • 2025, situasi serupa muncul kembali dengan tuntutan yang makin kompleks.

Aksi 28 Agustus adalah episode awal. Bila pemerintah hanya merespons dengan pembatasan atau narasi kontra, bukan dialog, siklus ini akan berulang.

Apa yang Perlu Dilakukan?

Sebagai analis sosial, saya melihat dua jalan terbuka bagi negara:

  1. Dialog dan Respons Kebijakan. Pemerintah/DPR perlu membuka kanal komunikasi formal dengan serikat buruh dan mahasiswa. Tidak cukup dengan pernyataan normatif.
  2. Menghindari Spiral Represi. Pendekatan keamanan yang berlebihan hanya akan mempercepat konsolidasi massa.

Negara perlu belajar: menjaga stabilitas tidak cukup dengan pagar kawat berduri, tapi dengan keadilan sosial yang nyata.

Aksi 28 Agustus adalah peringatan dini. Jika pemerintah mengabaikannya, kita akan memasuki fase baru siklus protes berulang: aksi yang makin besar, meluas, dan berpotensi mengguncang legitimasi politik.

Sebaliknya, jika tanda ini dibaca dengan bijak, ia bisa menjadi pintu menuju reformasi kebijakan yang lebih adil.

Pilihan ada di tangan penguasa hari ini: mendengar atau menutup telinga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *