Nemukabar.com – Perwakilan Perhimpunan Pemuda dan Pelajar Seram Bagian Timur (SBT) Se-Jabodetabek, Saleh Loklomin melayangkan kritik keras terhadap langkah Bupati SBT, Fachri Husni Alkatiri, yang menandatangani Participating Interest (PI) 10 persen dalam pengelolaan migas. Ia menilai kebijakan tersebut tergesa-gesa, tidak transparan, dan berpotensi merugikan daerah. Ujarnya dalam rilis yng diterima wartawan, Minggu, (14/09/2025).
Menurut Saleh, keputusan Bupati Fachri meneken PI dilakukan tanpa kajian mendalam. Pemerintah daerah bahkan belum memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagaimana diatur dalam regulasi, namun tetap memaksakan kerja sama dengan anak perusahaan MEA. Skema pembagian keuntungan 50:50 yang disepakati pun disebut tidak berpihak pada daerah dan berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang, baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Saleh juga menilai langkah ini berkaitan erat dengan kebutuhan pembiayaan program hilirisasi sagu. Setelah transfer anggaran dari pemerintah pusat berkurang, Pemkab SBT di bawah kepemimpinan Fachri Husni Alkatiri diduga menjadikan PI sebagai solusi pendanaan alternatif. Padahal hingga kini, program hilirisasi sagu belum memiliki kepastian investor. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa penandatanganan PI dilakukan secara terburu-buru.
Selain itu, DPRD Kabupaten SBT pun tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Penandatanganan PI oleh Bupati Fachri disebut dilakukan tanpa konsultasi resmi dengan pimpinan maupun anggota dewan, sehingga menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah.
Dari sisi regulasi, dasar hukum PI diatur dalam Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 yang mewajibkan kontraktor migas menawarkan PI 10 persen kepada BUMD atau BUMN daerah penghasil. Aturan itu diperbarui lewat Permen ESDM No. 1 Tahun 2025, yang mempertegas bahwa BUMD hanya boleh mengelola satu Wilayah Kerja (WK) migas, pembagian PI harus berdasarkan pelamparan reservoir, dan Menteri ESDM berhak menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran, penangguhan, hingga pembekuan PI jika syarat tidak dipenuhi.
Dengan kondisi Pemkab SBT yang belum membentuk BUMD, Saleh menegaskan langkah Bupati Fachri menandatangani PI rawan bertentangan dengan regulasi dan bisa berujung pada pembekuan hak PI oleh pemerintah pusat.
Sebagai bentuk perlawanan, mahasiswa asal SBT menyatakan siap menggelar aksi besar-besaran di Jakarta. Mereka bahkan menyiapkan rencana menduduki kantor SKK Migas dan Kementerian ESDM untuk mendesak pembatalan penandatanganan PI tersebut.
“Jika Pemkab SBT tetap memaksakan, kami akan turun langsung dan menduduki SKK Migas serta Kementerian ESDM. Kami tidak ingin daerah kami dikorbankan karena keputusan tergesa-gesa,” tegas Saleh Loklomin.
Saleh menambahkan, aksi ini merupakan peringatan agar Bupati Fachri Husni Alkatiri lebih transparan dalam mengambil kebijakan strategis. Ia juga mengajak masyarakat SBT untuk bersama-sama mengawal persoalan PI, agar pengelolaan migas benar-benar memberi manfaat bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat, bukan justru menjadi beban yang merugikan daerah.