NEMUKABAR.COM – Aktivis perempuan Maluku, S.A. Amahoru, menyuarakan kritik tajam mengenai ketidakpastian penetapan A.M. Sangadji sebagai Pahlawan Nasional. Hal itu disampaikan dalam diskusi terbuka bertajuk “Menyoal Ketidakadilan dan Kepastian A.M. Sangadji sebagai Pahlawan Nasional” yang digelar di Jakarta Connection, Minggu (16/11/2025).
Dalam sambutannya, Amahoru menegaskan bahwa perjuangan mendorong penetapan A.M. Sangadji sebagai Pahlawan Nasional bukan sekadar upaya administratif, tetapi merupakan mandat moral bagi masyarakat Maluku. Ia menyebut pengusulan tersebut sebagai bagian dari kehormatan dan harga diri kolektif.
“Ini adalah spirit perjuangan kita untuk menghantarkan Eyang A.M. Sangadji sebagai kebanggaan masyarakat Maluku, kehormatan orang Maluku, dan harga diri masyarakat Maluku,” ujarnya.
Amahoru menjelaskan bahwa dalam perspektif historiografi, perjalanan hidup A.M. Sangadji merefleksikan konstruksi panjang pergerakan nasional. Ia menggambarkan bahwa Sangadji mengawal kontribusi perjuangannya mulai dari Maluku, Sulawesi, Samarinda, hingga Pulau Jawa.
Menurutnya, mobilitas geografis tersebut menunjukkan bahwa Sangadji merupakan perintis kemerdekaan yang berperan sejak abad ke-19 hingga memasuki abad ke-20.
“Perjalanan beliau bukan sekadar bayangan belaka. Ini adalah bukti bahwa Eyang A.M. Sangadji merupakan bagian dari proses kelahiran bangsa Indonesia,” kata Amahoru.
Lebih jauh, Amahoru menilai bahwa A.M. Sangadji tidak hanya relevan sebagai tokoh daerah, tetapi memiliki peran strategis dalam jaringan pemikiran nasional bersama tokoh-tokoh besar seperti H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan sejumlah tokoh pendidikan nasional. Ia mempertanyakan alasan negara belum memberi Sangadji gelar Pahlawan Nasional.
“Pertanyaannya, mengapa Eyang kita belum diberi tanda kehormatan sebagai Pahlawan Nasional? Apakah karena beliau tidak lahir dari Pulau Jawa, tetapi dari Maluku?” ujarnya.
Amahoru menegaskan bahwa Indonesia memiliki kewajiban etis untuk menghargai perjuangan Sangadji.
“Perjuangan beliau tidak hanya air mata, tetapi darah yang diperjuangkan untuk Indonesia. Secara etis, Indonesia harus berterima kasih kepada A.M. Sangadji sebagai perintis kemerdekaan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa Maluku memiliki jejak sejarah panjang dalam melahirkan tokoh-tokoh nasional. Karena itu, penetapan A.M. Sangadji sebagai Pahlawan Nasional tahun depan menjadi target yang tidak dapat ditawar.
“Maluku memiliki kekuatan besar dan tokoh-tokoh nasional. Tahun depan adalah harga mati untuk menghantarkan Eyang A.M. Sangadji sebagai Pahlawan Nasional,” tutupnya.
Diskusi tersebut dihadiri oleh akademisi, aktivis, dan masyarakat pemerhati sejarah yang menilai bahwa rekognisi terhadap A.M. Sangadji merupakan kebutuhan historis sekaligus koreksi atas ketimpangan narasi nasionalisme Indonesia.












