PDIP: Penganugerahan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk
BERITA

PDIP: Penganugerahan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk Pengingkaran Negara terhadap Pelanggaran HAM

×

PDIP: Penganugerahan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk Pengingkaran Negara terhadap Pelanggaran HAM

Sebarkan artikel ini
Foto: Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto. (AGUS LOLONG / AFP)

NEMUKABAR.COM — Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, menilai penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai langkah yang bertentangan dengan semangat keadilan dan kebenaran sejarah bangsa. Ia menyebut keputusan itu sebagai bentuk pengingkaran negara terhadap kejahatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu.

“Saya boleh katakan kemarin adalah deklarasi nasional pengingkaran negara atas kejahatan pelanggaran HAM berat. Jadi kemarin itu bukan hari pahlawan, tapi juga deklarasi nasional tentang pengingkaran negara,” ujar Bonnie dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).

Bonnie menilai, keputusan pemerintah memberi gelar pahlawan kepada Soeharto mencerminkan upaya untuk menutupi berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada masa Orde Baru. Menurutnya, hal ini justru berpotensi mengaburkan nilai-nilai sejarah dan membingungkan generasi muda dalam memahami perjalanan bangsa.

“Saya melihat adanya upaya untuk mengingkari berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu di era Soeharto. Yang saya khawatirkan, bagaimana kita mau mengajarkan sejarah pada anak-anak muda?” katanya.

Ia juga mempertanyakan logika kepahlawanan yang disematkan kepada sosok yang pada masanya justru mengekang kebebasan berekspresi dan membatasi ruang demokrasi.

“Bagaimana kita mau mengatakan pers yang dibredel di era Soeharto itu sebagai tindakan kepahlawanan atau pembukaan terhadap kebebasan berekspresi? Kami dulu ketika beramai-ramai ke gedung DPR-MPR, untuk apa itu semua? Ini membuat semuanya menjadi absurd, semuanya menjadi blur, serba relatif,” ungkapnya.

Bonnie menilai, keputusan tersebut mengabaikan aspirasi kelompok masyarakat yang selama ini memperjuangkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM masa lalu. Menurutnya, negara seolah menutup mata terhadap penderitaan yang dialami rakyat di bawah rezim otoritarian.

“Pemberian gelar kepada Soeharto ini tentu saja mengabaikan suara-suara minoritas, suara-suara yang selama ini mendambakan keadilan. Semua itu dipinggirkan, dienyahkan, dan diabaikan begitu saja. Ini satu simbol betapa negara tidak ingin menyelesaikan persoalan ketidakadilan di masa lalu, sekaligus pengingkaran secara jelas terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan negara kepada rakyatnya,” tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa bagi bangsa dan negara. Upacara penganugerahan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional.

Dari sepuluh tokoh tersebut, dua nama paling menonjol ialah Presiden ke-2 RI Soeharto dari Jawa Tengah dan Presiden ke-4 RI Abdurachman Wahid atau Gus Dur dari Jawa Timur. Selain itu, juga terdapat Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, mertua Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), serta aktivis buruh Marsinah yang gugur memperjuangkan hak pekerja di masa Orde Baru.

Penganugerahan gelar kepada Soeharto menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik, terutama karena rekam jejak sejarahnya yang kontroversial terkait pelanggaran HAM dan pembatasan kebebasan sipil selama masa pemerintahannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *