NEMUKABAR.COM, Papua – Aliansi Demokrasi untuk Papua bersama Imparsial, The Indonesian Human Rights Monitor, mengeluarkan pernyataan keras terkait maraknya kekerasan aparat keamanan, khususnya TNI, di Papua Selatan. Mereka menegaskan, praktik penyelesaian kasus dengan uang ganti rugi adalah bentuk pembodohan hukum dan upaya sistematis untuk melanggengkan impunitas.
Dalam siaran pers bertajuk “Hentikan Kekerasan Aparat TNI di Papua Selatan: Ganti Rugi Uang Tidak Boleh Digunakan untuk Mengakhiri Proses Hukum”, kedua organisasi HAM tersebut menyoroti deretan pelanggaran yang dilakukan aparat di Kabupaten Merauke, Mappi, Boven Digoel, hingga Asmat. Kasus terbaru adalah penembakan 27 September 2025 yang menewaskan empat warga sipil, diduga dilakukan Satgas Yonif 123/Rajawali.
Aliansi dan Imparsial menilai kehadiran aparat keamanan di Papua Selatan bukan semata untuk menjaga ketertiban, melainkan melindungi kepentingan investasi melalui proyek strategis nasional (PSN).
“Kodam XXIV/Mandala Trikora lahir bukan karena kebutuhan rakyat sipil, tetapi demi mengawal kepentingan investor,” tegas pernyataan tersebut, 1 Oktober 2025.
Lebih jauh, mereka membeberkan sejumlah catatan hitam kekerasan TNI sejak 2017: mulai dari penembakan guru, penganiayaan warga sipil, hingga pembunuhan petani dan nelayan. Ironisnya, kasus-kasus itu kerap ditutup dengan kompensasi uang, alih-alih proses hukum yang transparan.
“Penyelesaian dengan uang justru merampas hak korban untuk mendapatkan keadilan sejati. Ini bukan restitusi, melainkan pembelian diam korban agar kasus tidak diusut,” kritik Aliansi Papua dan Imparsial.
Keduanya juga mengecam kebijakan negara yang kian militeristik di Papua. Alih-alih mengurangi pasukan non-organik, pemerintah justru menebalkan kehadiran TNI di wilayah sipil non-konflik, yang berulang kali berujung jatuhnya korban sipil.
“Negara harus segera mengadili para pelaku kekerasan, menghentikan impunitas, dan melakukan reformasi kebijakan keamanan di Papua Selatan. Jalan damai yang bermartabat adalah satu-satunya solusi untuk menghentikan lingkaran kekerasan,” tegas mereka.
Dengan pernyataan ini, Aliansi Demokrasi untuk Papua dan Imparsial mengingatkan: Papua bukan tanah kosong untuk investasi, melainkan tanah hidup bagi masyarakat adat yang berhak atas perlindungan, keadilan, dan kedamaian.