Nemukabar.com – Puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Sulawesi Tenggara Indonesia (ALIMASI) mendatangi Gedung Merah Putih KPK RI untuk menuntut keadilan atas dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi di Pulau Kabaena akibat aktivitas PT Tonia Mitra Sejahtera (PT TMS).
Dalam orasinya, mahasiswa menggambarkan kondisi Kabaena yang dulu dikenal dengan hutan lindung, laut biru, dan pegunungan kapur kini berubah gersang. Sungai yang semula jernih kini keruh, laut tercemar lumpur, dan lahan produktif hilang karena penambangan nikel.
ALIMASI menuntut dilakukan audit teknis lingkungan, audit perizinan, hingga audit forensik keuangan terhadap PT TMS. Aktivitas perusahaan ini disebut merambah hutan lindung Pulau Kabaena sejak 2019 tanpa izin yang sah.
Koordinator Lapangan, Ardiansyah, menegaskan berdasarkan laporan BPK RI, kerugian negara akibat aktivitas ilegal PT TMS mencapai triliunan rupiah. Putusan Mahkamah Agung juga menegaskan adanya pemalsuan dokumen dan penambangan nikel yang menghasilkan keuntungan Rp100 miliar.
“Kami menduga ada dimensi politik busuk. Hasil tambang ilegal ini kemungkinan digunakan untuk biaya Pilkada 2024. Demokrasi kita dibeli dari kerusakan lingkungan. Ini pengkhianatan terhadap rakyat,” ujar Ardiansyah, yang akrab disapa Ardian Lohia, di depan Gedung Merah Putih KPK RI, Jakarta Selatan. Senin, (15/09/2025).
Selain itu, keuntungan PT TMS diduga tidak masuk ke kas negara maupun rakyat Kabaena, melainkan mengalir ke keluarga Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, melalui kepemilikan saham di perusahaan tersebut. Data LHKPN menunjukkan lonjakan kekayaan pribadi keluarga Gubernur hingga Rp623 miliar, yang disebut janggal dan perlu diaudit forensik.
“Kami minta KPK memeriksa Gubernur ASR, istrinya ANH, dan anaknya AN yang terlibat kepemilikan PT TMS. Jangan biarkan konflik kepentingan menggerus keadilan,” tambah Ardian.
Mahasiswa juga mendesak Kejaksaan Agung membuka seluruh kontrak dan izin PT TMS untuk memastikan transparansi publik. Mereka meminta pengusutan dugaan pemalsuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2019–2020.
Menanggapi aksi tersebut, Biro Dumas KPK RI, Suhendar, menyatakan pihaknya terbuka menerima aspirasi publik. “Terima kasih sudah datang ke kantor kami. KPK RI berkomitmen menindaklanjuti aspirasi teman-teman. Jika ada bukti pendukung lainnya, silakan lampirkan agar bisa diproses lebih lanjut,” katanya.
ALIMASI menegaskan akan terus mempressur pihak terkait hingga persoalan ini ditindaklanjuti.
“Fakta hukum sudah jelas. BPK RI mengaudit kerusakan hutan lindung akibat operasi PT TMS, MA menegaskan pemalsuan akta otentik. Tapi negara lamban mengeksekusi putusan dan memeriksa aktor di baliknya. Kami akan terus suarakan: selamatkan Kabaena, jangan biarkan hukum mati di bawah timbunan nikel,” tutup Ardian.