BRVox

Polri Butuh Energi Baru, Saatnya Ada Pergantian Kapolri

×

Polri Butuh Energi Baru, Saatnya Ada Pergantian Kapolri

Sebarkan artikel ini
apolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Presiden Prabowo Subianto.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Presiden Prabowo Subianto. Sumber (BeritaNasional/Elvis Sendouw).

Penulis: Abdullah Kelrey
Founder Nusa Ina Connection (NIC) Komite Nasional (GPK-RI)

Nemukabar.com – Pergantian Kapolri selalu menjadi isu sensitif dan sarat makna politik, namun bagi saya, hal ini bukan hanya soal rotasi jabatan. Ini adalah soal regenerasi kepemimpinan dan keberlangsungan Polri sebagai institusi yang menjadi garda depan dalam menjaga stabilitas bangsa. Sejak awal, saya memandang terlalu lama menjabat di posisi Kapolri tidak baik, bahkan bisa menimbulkan stagnasi organisasi. “Terlalu lama menjabat di posisi Kapolri berisiko menimbulkan stagnasi organisasi. Polri butuh energi baru agar mampu menjawab tantangan zaman,” tegas saya dalam pandangan ini. Polri adalah lembaga besar dengan fungsi vital yang menuntut energi baru agar mampu beradaptasi dengan tantangan zaman.

Dari sisi sosial budaya, masyarakat kita telah berubah. Publik kini semakin kritis, melek digital, dan menuntut transparansi serta profesionalitas dalam setiap tindakan aparat. Polisi tidak lagi bisa hanya mengandalkan pendekatan lama yang kaku dan birokratis. Dibutuhkan sosok pemimpin baru yang mampu membawa wajah Polri menjadi lebih humanis, terbuka, dan dekat dengan masyarakat. “Masyarakat kini lebih kritis, lebih melek digital, dan menuntut Polri yang transparan serta humanis. Pemimpin baru bisa membawa paradigma segar,” menurut saya, adalah alasan utama mengapa regenerasi harus segera dilakukan.

Di sisi lain, keamanan nasional yang kita hadapi semakin kompleks. Ancaman siber, terorisme, radikalisme, hingga kejahatan transnasional berkembang pesat dan membutuhkan strategi yang segar. Kepolisian dituntut untuk lebih adaptif, responsif, dan progresif dalam menjawab tantangan ini. Dengan regenerasi di pucuk pimpinan, Polri bisa menghadirkan energi baru, strategi baru, dan sekaligus memperkuat kesiapan menghadapi ancaman yang sifatnya lintas batas. Tanpa penyegaran, Polri berpotensi tertinggal dan gagal memenuhi ekspektasi masyarakat serta negara.

Regenerasi juga penting untuk menjaga profesionalisme internal Polri. Dalam sebuah institusi besar, kaderisasi adalah kunci agar roda organisasi terus berputar. Jika regenerasi terhambat, bukan hanya muncul rasa ketidakpuasan di internal, tetapi juga bisa menghambat perkembangan karier perwira lain yang potensial. Hal ini berbahaya, karena bisa menciptakan ketidakseimbangan dalam tubuh Polri. “Regenerasi bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan komitmen menjaga profesionalisme dan kepercayaan publik terhadap Polri,” saya tegaskan kembali untuk menunjukkan urgensinya.

Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa terlalu lama menjabat berisiko menimbulkan hubungan kuasa yang kaku, bahkan membuka peluang penyalahgunaan wewenang. Dengan rotasi yang tepat, setiap Kapolri baru akan diuji integritasnya dan kembali meneguhkan komitmen pada kode etik serta profesionalitas. Polri harus dipastikan selalu independen, tidak terjebak dalam kepentingan politik sesaat, dan tetap fokus melayani masyarakat. Di sinilah pentingnya kehadiran figur baru sebagai simbol penyegaran sekaligus penguatan integritas institusi.

Belajar dari praktik global, banyak negara yang telah membatasi masa jabatan pimpinan kepolisian. Amerika Serikat, misalnya, menetapkan masa jabatan FBI Director maksimal 10 tahun, bahkan bisa lebih singkat bila dianggap perlu. Di Inggris, Commissioner of Metropolitan Police rata-rata hanya menjabat lima tahun, dan di Australia, Chief Commissioner of Police biasanya dibatasi lima tahun dengan opsi perpanjangan terbatas. Semua contoh ini menegaskan bahwa regenerasi kepemimpinan adalah praktik sehat yang sudah menjadi standar di banyak negara maju, dan Indonesia seharusnya menempuh jalan yang sama.

Saya percaya setiap era memiliki tantangan yang berbeda, dan karenanya membutuhkan pemimpin dengan perspektif baru. Kalau kita tidak segera melakukan regenerasi, Polri berisiko kehilangan relevansinya di mata masyarakat. Padahal, Polri adalah institusi yang menopang stabilitas negara. Kepercayaan publik terhadap kepolisian adalah modal utama bagi keberhasilan demokrasi dan pembangunan. Karena itu, menyegerakan pergantian Kapolri bukan sekadar wacana, melainkan langkah rasional yang harus diambil Presiden demi kepentingan bangsa.

Pergantian Kapolri Listyo Sigit Prabowo harus dipandang sebagai momentum penting, bukan sebagai penolakan terhadap jasa-jasanya. Setiap pemimpin tentu telah memberikan kontribusi, namun regenerasi adalah keniscayaan dalam organisasi modern. “Pergantian Kapolri bukan berarti meniadakan jasa Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tetapi langkah bijak agar Polri tetap relevan dan dipercaya masyarakat,” demikian penutup opini saya. Jika Presiden berani mengambil langkah ini, maka Polri akan memiliki kesempatan memperbarui diri, membangun kepercayaan publik, dan memperkuat perannya sebagai institusi penegak hukum yang profesional, transparan, dan terpercaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *