Bandung – Deretan kasus kecelakaan maut dalam kegiatan study tour sekolah kembali menghantui ingatan masyarakat. Publik masih ingat tragedi perpisahan SMK Lingga Kencana Depok yang berakhir duka di Ciater, Subang, 11 Mei 2024 lalu. Bus Trans Putera Fajar yang ditumpangi para siswa mengalami rem blong, menewaskan 11 orang. Tragedi serupa sebelumnya juga kerap menimpa rombongan study tour lain di Jawa Barat akibat bus pariwisata yang tak laik jalan.
Di tengah trauma itu, kini orang tua murid kembali dibuat resah. Bukan hanya karena biaya pungutan study tour yang selangit mencapai ratusan ribu rupiah per anak tapi juga karena armada bus yang disewa kerap tak layak, tua, dan rawan kecelakaan.
“Bayar mahal, tapi busnya sudah tua, AC rusak, kursi tidak nyaman. Nyawa anak-anak seperti dipertaruhkan. Kami trauma lihat banyak kasus kecelakaan study tour, jangan sampai anak kami jadi korban berikutnya,” ungkap seorang wali murid di Bandung, hari ini.
Ironisnya, saat orang tua dipaksa keluar uang besar demi bus-bus tua untuk anak sekolah, publik justru dikejutkan dengan rencana aksi Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (SP3JB) yang akan menurunkan 500 bus ke jalan raya pada 25 Agustus 2025.
Hal ini memicu kemarahan orang tua. “Kalau untuk aksi demo bisa gampang keluar bus ratusan unit, tapi untuk anak-anak sekolah malah dikasih bus bodong dan tidak layak. Ini benar-benar tidak adil. Anak kami bukan kelinci percobaan!” tegas orang tua lainnya.
Gelombang kritik pun semakin kencang. Masyarakat menilai pengusaha otobus lebih mementingkan kepentingan politik jalanan ketimbang keselamatan anak-anak sekolah. Pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, hingga aparat diminta turun tangan, tidak hanya mengawasi pungutan biaya study tour yang mencekik, tapi juga menindak tegas PO bus yang nekat mengerahkan armadanya untuk kepentingan demo.
“Kalau ada bus yang lebih sibuk dipakai demo daripada untuk transportasi aman anak sekolah, izinnya lebih baik dicabut saja. Jangan sampai publik terus jadi korban, sementara mereka seenaknya bikin macet dan rusuh,” tegas seorang warga.
Bagi banyak orang tua, persoalan study tour yang mahal dan tidak aman kini semakin terkait erat dengan polemik 500 bus SP3JB. Sama-sama menunjukkan bagaimana tata kelola transportasi pariwisata di Jawa Barat bukan hanya amburadul, tapi juga mengorbankan masyarakat kecil.