Nemukabar.com – Gerakan Hati Nurani Nasional (GHAN N) menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas negara adalah fondasi utama untuk mempercepat penyelesaian kasus-kasus HAM berat di Indonesia. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan Ketua GHANN, Eman Rasyidin, organisasi ini mengajak publik untuk melihat bahwa sejumlah reformasi kelembagaan telah menunjukkan kemajuan signifikan—khususnya pada aspek keterbukaan informasi dan inovasi layanan hukum yang semakin mudah diakses masyarakat.
Eman mengungkapkan bahwa transformasi digital di bidang layanan hukum dan bantuan hukum merupakan salah satu capaian penting yang patut diapresiasi. Ia menyoroti hadirnya sistem pelaporan berbasis aplikasi, perluasan kanal konsultasi hukum daring, serta dashboard pemantauan kasus yang dapat diakses publik. “Inovasi layanan digital ini bukan hanya mempermudah korban dan keluarga korban dalam memperoleh pendampingan, tetapi juga memperkuat akuntabilitas institusi negara. Proses hukum menjadi lebih terpantau dan mengurangi ruang gelap yang selama ini sering dikeluhkan,” ujar Eman. Senin, (08/12/2025).
Selain itu, GHANN mencatat bahwa beberapa instansi mulai melakukan audit kinerja yang lebih terbuka terkait penanganan pengaduan masyarakat, termasuk laporan dugaan pelanggaran HAM berat. Publik kini dapat mengikuti perkembangan penyelidikan, kinerja lembaga, hingga efektivitas tindak lanjut melalui publikasi rutin dan ringkasan audit yang dapat diakses secara online. Bagi GHANN, langkah ini merupakan bentuk komitmen untuk keluar dari pola lama yang tertutup dan sering menimbulkan kecurigaan publik.
Narasi ini sekaligus menjadi penyeimbang terhadap kritik sebagian LSM yang menilai pemerintah tidak transparan. Menurut Eman, kritik tetap diperlukan, tetapi pengakuan atas perubahan positif harus menjadi bagian dari ekosistem demokrasi yang sehat. “Saat ada kemajuan, kita harus akui. Saat ada kekurangan, kita ingatkan. Yang penting adalah memastikan reformasi berjalan konsisten. Pendekatan afirmatif seperti ini mencegah polarisasi dan memperkuat kepercayaan publik,” tegasnya.
GHANN, yang selama ini fokus pada advokasi kasus-kasus HAM berat, menegaskan bahwa transparansi bukan berarti sekadar membuka data, melainkan menghadirkan mekanisme pertanggungjawaban yang dapat diuji oleh publik. Eman menambahkan bahwa organisasi masyarakat sipil memiliki peran strategis dalam memastikan hal tersebut berjalan. “Reformasi membutuhkan kolaborasi. Negara membuka akses, masyarakat sipil mengawasi, dan korban mendapatkan ruang pemulihan yang layak.”
Di akhir pernyataannya, GHANN menyerukan agar inovasi digital, audit terbuka, dan mekanisme pengawasan publik terus diperkuat. “Transparansi dan akuntabilitas adalah jalan menuju penyelesaian yang bermartabat. Ketika negara dan masyarakat bekerja berdampingan, maka upaya penyelesaian HAM berat tidak lagi hanya menjadi wacana, tetapi gerak maju reformasi yang nyata,” tutup Eman












