JPU menyampaikan bahwa terkait ketidakhadiran terdakwa Ike Farida dalam sumpah novum yang dilakukan Nurindah MM Simbolon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikarena telah memberikan surat kuasa khusus kepada Nurindah pada 22 Februari 2020.
Menurut kesaksaian Nurindah sebagaimana fakta dalam persidangangan menyatakan bahwa Nurindah telah memberitahukan kepada terdakwa terkait rencana sumpah novum. Penyampaian tersebut dapat dibuktikan dengan bukti chat dalan whatsapp group (WAG) antara Nurindah dengan terdakwa Ike Farida sebagaimana disampaikan dalam keterangan ahli digital forensik.
“Setelah mendapatkan pemberitahuan dari Nurindah, tidak ada upaya dari terdakwa untuk melarang atau mencegah Nurindah untuk melakukan sumpah novum,” kata JPU dalam pembacaan tanggapan pada Jumat (22/11/2024).
JPU juga menyampaikan bahwa kronologi sumpah novum yang disampaikan penasehat hukum terdakwa tidak lengkap, karena terdakwa tidak pernah keberatan dengan putusan Peninjauan kembali yang memenangkan terdakwa, sementera terdakwa pasti mengatahui kemenangan atas peninjauan kembali tersebut tidak terlepas dari sumpah novum yang dilakukan kuasa hukum terdakwa yaitu Nurindah MM Simbolon.
Bahkan JPU berpendapat bahwa ketika Surat Kanwil BPN DKI Jakarta digunakan sebagai novum, terdakwa sengaja menyuruh Nurindah dan pura-pura tidak mengetahui bahwa terdakwa novum tersebut telah digunakan sebagai bukti di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2015.
JPU menyatakan bahwa Tidak hadirnya terdakwa dalam sumpah novum adalah upaya terdakwa untuk menghidari tanggungjawab karena telah mengetahui bahwa novum yang diajukan telah digunakan dalam perkara sebelumnya.
“Berdasarkan uraian di atas JPU menyatakan tetap pada tuntutan yang telah disampaikan pada Rabu (13/11/20240, dan memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang memeriksa perkara ini untuk menolak pledoi yang disampaikan Tim penasehat hukum terdakwa,” imbuh JPU lebih lanjut.
JPU kemudian menyampaikan kata penutup sebagai kesimpulan. Pertama, menerima selurug tuntutan yang disampaikan oleh Tim penuntut umum. Kedua, menolak semua pembelaan yang disampaikan oleh tim penasehat hukum terdakwa. Ketiga, menghukum terdakwa Ike Farida sesuai dengan tuntutan pidana yang telah dibacakan JPU pada Rabu (13/11/2024).
Sebagaiman diketahui, dalam penyampaian pledoi Ike Farida pada Rabu (20/11/2024), manyatakan dirinya awam terhadap hukum litigasi di Pengadilan, dan tidak memahami dalam pengajuan Peninjauan Kembali ada sumpah novum atau bukti baru.
"Yang Mulia terus terang saya banyak belajar dari kasus ini, selama ini saya tidak begitu paham beracara litigasi, dan tidak paham kalau pengajuan novum harus ada sumpah," kata Ike Farida, pada Rabu (20/11/2024).
Padahal dirinya telah membuka kantor praktik hukum dengan mendirikaan kantor hukum Farida Law Office sejak tahun 2002, dan ia sendiri Doktor dibidang hukum yang mengajar di peguruan tinggi, jadi pledoi atau pembelaannya yang menyatakan tidak paham litigasi dan sumpah novum tidak masuk diakal.
Bahkan dalam jejak digital, dirinya sudah menangani perkara litigasi sejak tahun 2004-2005 dengan menggugat perusahaan Coca-Cola sebesar 60 Milyar di Pengadilan Jakarta Selatan dan dinyatakan kalah.
Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak paham soal peninjauan kembali (PK) harus ada sumpah novum. Jelas dalam jejak digitalnya bahwa terdakwa Ike Farida merupakan orang yang sudah senior dan paham berurusan soal litigasi. Harusnya Ike Farida sebagai seorang doktor dibidang hukum memberikan contoh yang baik untuk masyarakat Indonesia.
Bahkan kesaksian mantan kuasa hukum dan partner Farida di kantor Farida Law Office (2014 - 2017), Yahya Tulus Nami Hutabarat, menyampaikan bahwa Ike Farida merupakan lawyer senior dan yang dulu sering beracara litigasi, jadi tidak masuk akan tidak paham kalau pengajuan peninjuan kembali harus ada sumpah novum.