NEMUKABAR.com - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langkah baru pemerintah untuk menggenjot pendapatan negara dengan membidik aktivitas ekonomi bawah tanah atau underground economy sebagai objek pajak. Salah satu sektor yang menjadi perhatian adalah perjudian online yang melibatkan warga Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk taruhan dalam pertandingan sepak bola internasional.
Dalam acara Orasi Ilmiah Dies Natalis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wakil Menteri Keuangan III, Anggito Abimanyu, menyoroti besarnya skala aktivitas tersebut. “Jumlah yang melakukan betting di luar negeri, seperti Inggris, sangat banyak, terutama untuk taruhan pertandingan sepak bola,” ujarnya pada Senin (28/10/2024).
Anggito menjelaskan bahwa perjudian online saat ini tidak hanya berlangsung tanpa pengawasan tetapi juga tidak dikenakan pajak. “Banyak yang menang besar tanpa laporan pajak, tidak terkena denda, dan bahkan mengabaikan status hukum yang berlaku,” kata Anggito. Ia menambahkan bahwa bila penghasilan dari kemenangan ini dilaporkan, kontribusinya terhadap pajak penghasilan (PPh) tentu signifikan.
Pemerintah kini tengah menyusun skema khusus untuk mengenakan pajak pada aktivitas ekonomi bawah tanah, termasuk perjudian dan permainan online. Anggito mengatakan, “Teman-teman di pajak harus kreatif dalam mengejar *super income* dari *underground economy*. Banyak juga yang bermain *gaming* online, tetapi tidak kena pajak ketika ada keuntungan,” katanya.
Aktivitas ekonomi bawah tanah ini bukanlah hal sepele. Penelitian dari Universitas Indonesia mencatat bahwa nilai ekonomi bawah tanah Indonesia mencapai sekitar Rp1.968 triliun, hasil penelitian Kharisma & Khoirunurrofik (2019). Studi tersebut menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi bawah tanah berkisar antara 3,8–11,6% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama periode 2007–2017, dengan rata-rata 8% per provinsi per tahun.
Nilai Rp1.968 triliun tersebut adalah perkiraan 11,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2021, dan tidak jauh berbeda dengan estimasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang memproyeksikan kontribusi ekonomi bawah tanah sebesar 8,3–10% dari PDB nasional.
Mengutip teori dari Feige (1990), Anggito menjelaskan bahwa aktivitas *underground economy* terbagi dalam empat kategori: ekonomi ilegal, ekonomi yang tidak dilaporkan, ekonomi yang tidak tercatat, dan ekonomi informal. Aktivitas ini, yang sebagian besar tidak tercatat dan tidak membayar pajak, berpotensi menjadi sumber pemasukan baru bagi negara.
“Dengan pengenaan pajak yang tepat, kita bisa meningkatkan pemasukan negara tanpa merugikan pihak-pihak yang sudah taat pajak,” tutup Anggito.