Foto: Podcast Majelis Proklamsi |
NEMUKABAR.COM - Pada tahun 2021, anggota DPRD Kabupaten Berau dilaporkan telah menghabiskan anggaran sebesar Rp14 miliar untuk perjalanan dinas. Anggaran tersebut terbagi menjadi dua komponen utama, belanja perjalanan dinas luar kota sebesar Rp13,5 miliar, serta belanja perjalanan dinas dalam kota senilai Rp491.543.895.
Sejatinya, perjalanan dinas ini dimaksudkan untuk mendukung kinerja para anggota dewan dalam menjalankan tugasnya. Namun, laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan adanya potensi penyalahgunaan, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp1,7 miliar.
Salah satu modus yang diduga digunakan oleh anggota DPRD adalah pengurangan hari kunjungan kerja yang tertera di surat tugas mereka. Dengan mempersingkat durasi kunjungan, anggaran yang seharusnya digunakan untuk keperluan perjalanan dinas dialokasikan secara tidak semestinya.
Ketua DPW Dewan Rakyat Dayak (DRD) Siswansyah, mengungkapkan kekesalannya terhadap lambannya penanganan hukum atas dugaan penyalahgunaan ini.
"Sampai saat ini, belum ada tindakan hukum yang jelas terkait kasus ini," ujar Siswansyah saat podcast bersama Majelis Proklamasi, Kamis (17/10/2024).
Menurutnya, jika tidak ada langkah hukum yang diambil, ia berencana membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung.
"Saya tidak menuduh bukan tanpa dasar. Ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang hingga kini belum direspons dengan tindakan hukum yang tegas," tambahnya.
Siswansyah juga khawatir bahwa oknum-oknum yang diduga terlibat akan kembali maju di Pilkada 2024 dan kembali duduk di kursi DPRD Berau.
Sebagai seorang aktivis, Siswansyah berkomitmen untuk terus menyuarakan isu ini hingga tuntas.
"Selagi saya hidup, saya akan terus mengejar keadilan. Jika pemerintah daerah terus memainkan anggaran APBD untuk kepentingan pribadi, mereka akan berhadapan dengan rakyat," tegasnya.
Ia juga menyerukan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin daerah yang cerdas dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme pada pemilu mendatang. Hingga saat ini, masyarakat Kabupaten Berau masih menunggu langkah konkret dari pemerintah dan penegak hukum terkait kasus ini. Meskipun temuan BPK sudah ada sejak 2021, belum ada tindakan tegas yang diambil.
Dengan potensi kerugian negara yang signifikan, Kasus seperti ini perlunya pengawasan dan transparansi dalam penggunaan anggaran daerah. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan institusi penegakan hukum.
selain itu di tempat yang sama, Advokat/Praktisi Hukum, Rabbana menyuarakan kekhawatirannya terhadap kurangnya respon penegak hukum terkait kasus ini.
"Kami sudah mengajukan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena melihat adanya potensi kerugian negara. Respons dari KPK positif, dan kami harap dalam satu bulan ke depan ada tindak lanjut konkret," ujarnya.
Dirinya juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat Berau dalam menghadapi pemilihan umum yang akan datang.
"Tanggal 27 November nanti sudah pemilihan. Salah satu yang terlibat dalam dugaan kasus ini adalah calon dengan nomor urut 1. Masyarakat harus cermat memilih, jangan sampai memilih orang yang tidak bertanggung jawab atas uang negara," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa jika kasus ini tidak segera ditindaklanjuti, akan berdampak buruk bagi masa depan Kabupaten Berau.
"Saya sudah menyerahkan data ke KPK dan meminta mereka segera mengambil tindakan. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi malapetaka bagi Berau," pungkasnya.
Pria asal kalimantan Timur itu berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini, dengan harapan KPK dapat menyelesaikannya secara tuntas demi keadilan dan kepentingan publik serta kesejahteraan hajat hidup masyarakat kabupaten Berau.
Dilain sisi, Aktivis Kornas Jaringan Advokasi Publik (JAPI), Iradat Ismail mengkritik lemahnya penegakan hukum terkait dugaan korupsi perjalanan dinas ini.
"Kasus korupsi di negara kita sudah sangat akut. Butuh keseriusan dan fokus dari penegak hukum. Temuan BPK yang mengindikasikan kerugian negara sebesar Rp1,7 miliar ini tidak boleh dianggap enteng," tegas Iradat.
Menurut Iradat, meski para pelaku korupsi mungkin memiliki hak politik untuk mencalonkan diri kembali di Pilkada, penegakan hukum tetap harus dijalankan.
"Hak mereka sebagai calon tetap kita hormati, tetapi kita juga harus mengejar catatan temuan BPK terkait oknum-oknum di Kabupaten Berau ini," lanjutnya.
Iradat juga menekankan pentingnya peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus ini.
"Harapan kita semua ada di KPK sebagai benteng terakhir pemberantasan korupsi. Meskipun mungkin bagi KPK jumlah ini kecil, kita tidak ingin kasus seperti ini terus berulang," ungkapnya.
Pihaknya mendorong masyarakat Berau untuk lebih aktif menyuarakan kasus ini dan mendesak KPK agar segera mengambil tindakan tegas.
"Masyarakat harus bergerak bersama-sama. KPK punya perangkat yang lengkap untuk menuntaskan kasus ini, apalagi kasus ini sudah berjalan selama hampir empat tahun," pungkasnya.
Ia juga menekankan bahwa Kabupaten Berau, sebagai salah satu daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), memiliki potensi ekonomi yang besar. Jika kasus korupsi ini tidak segera diselesaikan, hal tersebut bisa menjadi penghalang bagi pembangunan di Berau.
"Korupsi seperti ini akan menjadi benalu bagi kemajuan daerah kita. Masyarakat harus berani tidak memilih calon pemimpin yang terlibat korupsi dan lebih cermat melihat rekam jejak mereka," tutup Iradat.
Kasus dugaan penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas DPRD Berau ini kembali menunjukkan betapa pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah. Jika dibiarkan tanpa tindakan tegas, hal ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan penegak hukum. Oleh karena itu, desakan agar KPK segera turun tangan semakin relevan. Masyarakat Berau diharapkan semakin sadar untuk tidak memberikan kepercayaan kepada pemimpin yang terlibat korupsi, guna memastikan masa depan daerah Berau yang bersih dan berintegritas untuk kemaslahan bersama.